Asal
etnis suku pakpak pertama kali adalah Kuta Pinagar (Kecamatan Salak)
keturunan dari si KADA dengan isterinya LONA. Kemudian lahir anaknya
bernama si HIANG dengan turunannya 7 (tujuh) orang yaitu si HAJI (Banua
Harhar) si RAJA PAKO (Sicike-cike, PUBADA (Aceh Singkil), RANGGARJODI
(Buku Tinambunan), MBELLO (Silaan Rumerah), Sanggir (Kelasen/Taput) dan
BATA (tidak diketahui kemana perginya).
Jumlah etnis Pakpak
sekarang ini baik yang bertempat tinggal di Pakpak maupun di luar Pakpak
lebih kurang 500.000 orang. Adapun dari masing-masing tersebut diatas
adalah sbb:
a. Si Haji dengan keturunannya bermaga Padang, Brutu dan Solin.
b.
Si Raja Pako tempat di Sicike-cike dengan keturunannya Marga Ujung
Angkat, Bintang Capah, Sinamo, Kudadiri dan Gajah Manik (Si Pitu Marga)
c. Pubada dengan keturunannya Manik, Beringin, Tendang, Bunurea, Gajah, Siberasa.
d. Ranggar djodi
e. Mbello (Perbaju bigo) Menurut kisah telah tenggelam oleh suatu peristiwa.
f. SANGGIR dengan keturunannya Tumangger, Tinambunan, Anakampun, Meka, Mungkur, Pasi, Pinayungen.
Mengenai STRUKTUR KEMASYARAKATAN :
Struktur
kemasyarakatan tersebut diletakkan pada SULANG SILIMA yang terdiri dari
pada PRISANG-ISANG (Sukut) Pertualang tengah (Saudara-saudara tengah)
PEREKUR-EKUR (Siampunan/bungsu) PERBETEKKEN (berru) dan PUNCA NDIADEP
(Puang kula-kula). Pembagian status ini mempunyai peranan penting di
dalam kemasyarakatan terutama berkaitan dengan status seseorang yang
harus termasuk di dalam Sulang Silima tersebut. Pertaki mempunyai
peranan yang sangat luas seperti pepatah mengatakan “Bana bilalang Bana
birru, Bana ulubang bana guru” mempunyai kelebihan sebagai Panglima
Perang, Raja Adat dan sebagai Guru yang menjadi suri teladan serta
panutan bagi masyarakatnya
KEBANGSAAN DAN PATRIOTISME PADA SUKU PAKPAK :
Kalau
kita telusuri lebih jauh maka etnis Pakpak menunjukkan tebalnya
semangat kebangsaan dan kepatriotan. Etnis ini mempunyai sifat suka
menerima hal-hal yang baru tanpa merusak nilai-nilai yang ada dan cepat
mengantisipasi nilai-nilai luhur.
Di samping itu orang Pakpak
mempunyai sifat terlalu cepat menyesuaikan diri, sehingga banyak yang
terjadi sampai menukar marganya. Menguasai bahasa daerah lainnya sangat
cepat sehingga rata-rata bisa menguasai bahasa-bahasa daerah di
Indonesia ini, sehingga bahasanya sendiri ditinggalkan. Hal ini
dipengaruhi oleh rasa nasionalisme yang tinggi dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia, tetapi hal ini banyak dimanfaatkan oleh
kelompok lain, sehingga padamnya jati diri orang Pakpak. Catatan-catatan
buku-buku orientalis Barat juga menyebut orang Pakpak sebagai pemakan
orang, namun pada hakekatnya yang dimakan adalah musuh-musuh dalam
peperangan (mergraha) jadi bukan kaannibal seperti yang dituduhkan orang
Barat tersebut.
Sifat kepatriotannya pun tetap terlihat pada
waktu Perang Batak melawan Belanda. Daerah Pakpaklah tempat titik darah
penghabisan perjuangan perlawanan Sisingamangaraja XII terhadap Belanda.
Banyak panglima orang Pakpak, untuk melindunginya dalam melawan
Belanda. Bahwa setelah Sisingamangaraja XII meninggal dunia, perjuangan
melawan Belanda terus berlanjut dengan membentuk satuan-satuan gerilya
yang disebut “Slimin” sampai tercapainya Kemerdekaan Republik Indonesia.
HUKUM ADAT TANAH
Tanah
merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak atau
menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut
sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah
dikuasai oleh marga sebagai pemilik ulayat tanah tersebut. Adapun
bentuk-bentuk tanah sebagai berikut :
a. Tanah tidak diusahai, yaitu
“Tanah Karangan Longo-longoon”, “Tanah Kayu Ntua”, “Tanah Talin Tua”,
“Tanah Balik Batang” dan Rambah Keddep”.
b. Tanah yang diusahai yaitu “Tahuma Pargadongen”, “Perkenenjenen”, dan “Bungus”.
c. Tanah Perpulungen yaitu embal-embal, Jampalan, dan Jalangen.
d.
Tanah Sembahen, yaitu tanah-tanah yang mempunyai sifat magis (keramat)
terdiri dari tanah Sembahen Kuta (tidak dapat diperladangi) dan tanah
Sembahen Balillon (dapat diperladangi).
e. Tanah Pendebaan yaitu tanah yang diperuntukkan bagai perkuburan.
f.
Tanah Persediaan yaitu tanah cadangan dimana tanah ini tetap hak marga,
tanah yang dijaga oleh Permangmang (kelompok tertua) dan tidak boleh
diganggu.
Menyangkut pergeseran/pengalihan tanah tidak ada dalam
hukum adat Pakpak, kecuali tanah Rading Beru (tanah yang diberikan
kepada anak perempuan/menantu sepanjang masih dipakai) dan bila tidak
dipakai lagi harus dikembalikan kepada kula-kulanya atau yang memberikan
tanah rading berru.
Bila ada permasalahan mengenai pertanahan, penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima.
PERKAWINAN
Perkawinan
dalam masyarakat Pakpak termasuk dalam siklus kehidupan seseorang yang
telah diatur tersendiri. Hakekat perkawinan adalah membentuk keluarga
untuk mengembang-biakkan keturunan dari kelompok marga, sehingga menjadi
penerus kelompoknya. Oleh karena itu bila terjadi perkawinan, maka
perkawinan itu melibatkan seluruh keluarga baik dekat maupun jauh. Jadi
hakekatnya merupakan ikatan yang tidak ada putusputusnya.
Dalam
masyarakat Pakpak dikenal bentuk perkawinan yaitu kawin resmi, kawin
mengeke, kawin mengalih, kawin mengerampas, kawin menama dan kawin
mencukung. Prosesi perkawinan dimulai dengan “mengeririt”, “mengkata
utang” dan diakhiri dengan upacara pernikahan yang disebut merbayo.
Didalam aturannya ditentukan bahwa tidak boleh kawin dengan semarga,
setiap perkawinan harus diadati, terjadi penyesuaian tutur,
perpantangan-perpantangan dan lain-lain.
Perlu pula diketahui
bahwa apabila seseorang mengawini seorang wanita, maka
ketentuan-ketentuan pemberian (unjuken) dari pihak laki-laki pada pihak
perempuan, yang menerima unjuken adalah takal unjuken, upah Turang,
Todoan, Togoh-togoh/penampati, upah puhun, upah mendedah, upah Empung
dan Remmen-remmen Juluan Tapiin. Sedangkan Oles (kain) yang diserahkan
adalah oles Inang ni beru, oles inang peduaken, oles turang ni beru,
oles puhun, oles mendedah, oles empung, oles persinabul, oles
penelangkeen dan oles persintabiin.
Perlu dicatat bahwa Tokor
Berru (pemberian pihak laki-laki) bisa berbentuk mas, kerbau dan
lain-lain setiap pemberian harus dibalas pula oleh pihak perempuan dalam
bentuk yang telah ditentukan oleh Pengetuai.
KEPERCAYAAN
Pada saat ini masyarakat Pakpak telah memeluk Agama Islam dan Kristen
PAKAIAN ADAT
Pakaian
sehari-hari pada umumnya saat ini telah disesuaikan dengan perkembangan
zaman. Tetapi untuk acara adat mempunyai bentuk tersendiri yaitu :
a. Laki-laki:
Adapun
pakaian yang dikenakan dalam acara adat oleh laki-laki adalah Oles,
bulang-bulang, golok ucang, borgot, tali abak dan kujur sinane.
b. Perempuan:
Pakaian khas adat bagi wanita adalah: Baju merapi-api, oles, saong, cimata leppa-leppa, rabimunduk dan ucang.
MAKANAN KHAS
Adapun makanan khas adat Pakpak adalah sebagai berikut:
a.
Pelleng, yaitu suatu makanan khas yang diperuntukkan bagi mereka untuk
pergi berperang (mergerraha) atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
b. Nditak, yaitu sejenis makanan diperuntukkan bagi seseorang supaya “ulangkengngalen” (patah ditengah) dalam suatu usaha.
c. Nakan Pagit yaitu makan yang diberikan kepada seorang wanita yang sedang hamil.
d. Nakan Nggersing yaitu makanan untuk orang yang meminta agar jangan sakit-sakitan atau sesuatu yang dapat memenuhi maksud, dan
e. Nakan Pengambat yaitu makanan yang diberikan oleh familinya kepada orang yang sedang sakit keras.
RUMAH ADAT SUKU PAKPAK
Bentuk
rumah Pakpak mempunyai ciri tersendiri yaitu atapnya berbentuk
melengkung (ndenggal). Hal ini diumpamakan “petarik-tarik mparas
igongken ndenggal” artinya berani memikul resiko apabila sesuatu sudah
dikerjakan dan berani mempertahankan sesuatu yang telah diperbuat.
Rumat
adat mempunyai fungsi sebagai tempat musyawarah mengenai
masalah-masalah kemasyarakatan dan merupakan tempat alat-alat kesenian,
sedangkan untuk tempat anak muda serta tamu disediakan rumah tersendiri
yang disebut “Bale” dan untuk rapat-rapat biasa dan tempat
latihan-latihan kesenian, sedangkan untuk musyawarah dalam bentuk besar
dipakai “Kerunggun”.
ALAT KESENIAN
Masyarakat Pakpak
mempunyai alat kesenian yang dipelihara sejak nenek moyang yang terdiri
dari : Gerantung (tidak terdapat didaerah-daerah lain) Gung, Kalondang,
Sarune, Sordam, Kucapi, Genggong, Genderang (sembilan buah) dan
lain-lain. Alat kesenian ini bisa milik perorangan dan juga milik
bersama.
GOTONG ROYONG di SUKU PAKPAK
Sifat gotong royong
masih terpelihara di dalam masyarakat Pakpak. Hal ini tercermin dalam
kehidupan bersama sehari-hari. Hal ini diwujudkan dalam bentuk sebagai
berikut:
a. Rimpah-rimpah yaitu suatu bentuk kerja sama dalam
bertanam padi dan lainnya, pelaksanaannya diawali dengan cara “merkua”
yaitu dengan terlebih dahulu memberitahukan secara satu persatu keluarga
masyarakat agar dapat bersama-sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan,
misalnya “mardang” (menanam padi).
b. Urup-urupen yaitu suatu kerja
sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan beberapa keluarga
sehingga pekerjaan selesai. Misalnya suatu keluarga mengajak satu
keluarga lainnya untuk bersama-sama mengerjakan ladangnya.
PENUTUP
Demikianlah
selayang pandang tentang masyarakat Pakpak baik zaman dahulu maupun
sekarang sebagai pengenalan bagi mereka yang belum kenal sehingga dapat
menjadi bahan pengetahuan.
Penulis : H Kadim Brutu SH, seorang Tokoh dan sesepuh masyarakat Pakpak
Sumber : Harian SIB
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori sejarah /
serbaserbi /
tokoh
dengan judul Sejarah Suku Pakpak . Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://serumpunkita.blogspot.com/2012/11/sejarah-suku-pakpak-ii.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Serumpun - Rabu, 28 November 2012
Sangat bermanfaat. Terima kasih
BalasHapus